Benteng Kota Janji terletak di Jalan Ngade, Dusun Laguna, Desa Fitu, Kecamatan Ternate Selatan, Provinsi Maluku Utara. Lokasi benteng ini berada di pinggir jalan utama menuju Kota Ternate dari arah selatan.
Berdasarkan sejarahnya, benteng Kota Janji ini dibangun pada tahun 1532 oleh Portugis dan diberi nama Benteng San Jao. Namun karena insiden pembunuhan Sultan Khairun dari Ternate, Portugis diusir dari Pulau Ternate oleh Kesultanan Ternate yang saat itu dipimpin oleh Sultan Babullah pada tahun 1575. Benteng ini kemudian dikuasai oleh pasukan Spanyol pimpinan Gubernur Don Pedro de Acuna yang datang dari Manila pada tahun 1606 yang ingin menguasai Pulau Ternate.
Pada tahun 1610, benteng ini diperkuat oleh Spanyol dengan menempatkan 27 prajuritnya dan 20 prajurit papangger (prajurit yang terdiri dari orang-orang Filipina) lengkap dengan 6 meriam beserta amunisinya. Benteng ini kemudian diberi nama Santo Pedro Y Paulo, untuk menghormati Gubernur Pedro. Benteng ini oleh Spanyol selain digunakan untuk mengawasi perairan antara Pulau Ternate dan Tidore, benteng ini juga memiliki peran sebagai basis militer. Jika kondisi laut sedang tenang, armada-armada Spanyol yang berlayar dari Filipina dapat berlabuh di pesisir pantai sebelah selatan dari benteng ini yang sekaligus dapat memudahkan untuk melakukan mobilisasi prajurit dan logistik mereka ke benteng ini.
Benteng yang berdenah trapesium ini berukuran 20 x 20 m berdiri di atas lahan dengan luas sekitar 2.147,25 m², dan berada pada ketinggian 50 m di atas permukaan laut. Benteng yang konon terbilang megah ini kini telah runtuh. Bagian benteng yang masih dapat disaksikan sekarang hanyalah bagian dinding luarnya yang tersusun dari batu kali (andesit), batu karang, dan campuran pasir dengan kapur, sedangkan bagian dalam sudah tertimbun dengan tanah. Pada sisi timur benteng, terdapat tangga yang mengarah naik ke atas benteng di mana di sekitar itu terdapat semacam kolam yang telah mengering.
Benteng ini di kemudian hari dikenal dengan sebutan Benteng Kota Janji hingga sekarang. Dinamakan benteng Kota Janji karena benteng ini pernah menjadi saksi perjanjian damai antara Sultan Khairun dengan Gubernur Portugis saat itu, Diego Lopes de Muspito. Akan tetapi Portugis ingkar, dan melakukan pengkhianatan dengan cara membunuh Sultan Khairun di Benteng Kastela yang tidak begitu jauh dari benteng Kota Janji ini.
Tahun 1989, benteng ini tampak terbengkalai dan dibiarkan begitu saja. Pengambilan pasir di sekeliling benteng juga diabaikan hingga terjadi abrasi dan sebagian besar benteng tergenang air laut. Baru pada 1994 silam, benteng ini kembali dipugar oleh Departemen pendidikan dan Kebudayaan sehingga kembali utuh tanpa mengurangi bentuk asli benteng.
Banyak keindahan alam yang bisa dinikmati di benteng yang di dalamnya terdapat 4 bastian dan sebuah sumur ini. View yang ditunjukkan dari benteng ini adalah hamparan pulau-pulau di depan Ternate. Salah satunya adalah pemandangan yang tergambar dalam uang kertas pecahan Rp1.000 yakni pulau Tidore dan Maitara.
Benteng ini di kemudian hari dikenal dengan sebutan Benteng Kota Janji hingga sekarang. Dinamakan benteng Kota Janji karena benteng ini pernah menjadi saksi perjanjian damai antara Sultan Khairun dengan Gubernur Portugis saat itu, Diego Lopes de Muspito. Akan tetapi Portugis ingkar, dan melakukan pengkhianatan dengan cara membunuh Sultan Khairun di Benteng Kastela yang tidak begitu jauh dari benteng Kota Janji ini.
Tahun 1989, benteng ini tampak terbengkalai dan dibiarkan begitu saja. Pengambilan pasir di sekeliling benteng juga diabaikan hingga terjadi abrasi dan sebagian besar benteng tergenang air laut. Baru pada 1994 silam, benteng ini kembali dipugar oleh Departemen pendidikan dan Kebudayaan sehingga kembali utuh tanpa mengurangi bentuk asli benteng.
Banyak keindahan alam yang bisa dinikmati di benteng yang di dalamnya terdapat 4 bastian dan sebuah sumur ini. View yang ditunjukkan dari benteng ini adalah hamparan pulau-pulau di depan Ternate. Salah satunya adalah pemandangan yang tergambar dalam uang kertas pecahan Rp1.000 yakni pulau Tidore dan Maitara.
Benteng ini pernah direhabilitasi pada tahun 2004, namun sebatas menyelamatkan daerah yang menjadi kawasan cagar budaya dengan mempercantik kawasan tersebut sebagai salah satu tujuan wisata. Beberapa pagar dibangun untuk mengelilingi benteng dan taman, sedangkan wujud sesungguhnya benteng ini tidaklah terlihat lagi.
\